Metalhead
        mana di Indonesia ini yang tak kenal Rotor ? Berangkat dari 
sempalan grup        Sucker Head di awal decade 90-an, band trhash metal
 local yang pertama        kali rekaman ini makin meroket namanya 
setelah sukses menjadi supporting        act konser supergrup Metallica 
selama dua hari berturut-turut di stadion        Lebak Bulus, Jakarta. 
Rotor sempat lama mengadu nasib di negeri Paman Sam,        namun 
frustasi ketika tahu mesti bersaing dengan 40.000 band metal serupa     
   yag juga tengah berburu kontrak rekaman di sana.
 Selama
 delapan tahun karier musiknya, Rotor menelorkan empat album di tiga    
    major label berbeda : AIRO, Hemagita dan Warner Music Indonesia. 
Sebelum        resmi bubar, basis Rotor (Judapran) tutup usia karena 
over dosis karena        obat bius. Belakangan, mantan vokalis mereka 
(Jodie, vokalis Getah dan        mantan Suami dari artis Ayu Ashari .ed)
 yang kharismatik juga meninggal        dunia. Tersisa kini tinggal sang
 pendiri sekaligus gitaris Rotor, M. Irvan        Sembiring, yang telah 
menggantungkan gitar untuk selamanya dan menekuni        lembaran 
hidupnya yang baru sebagai seorang pendakwah! “kalaupun ada yang        
berani modalin, Rotor nggak bakal reuni sampai kapan pun juga” tegas 
Irvan.
Selama
 delapan tahun karier musiknya, Rotor menelorkan empat album di tiga    
    major label berbeda : AIRO, Hemagita dan Warner Music Indonesia. 
Sebelum        resmi bubar, basis Rotor (Judapran) tutup usia karena 
over dosis karena        obat bius. Belakangan, mantan vokalis mereka 
(Jodie, vokalis Getah dan        mantan Suami dari artis Ayu Ashari .ed)
 yang kharismatik juga meninggal        dunia. Tersisa kini tinggal sang
 pendiri sekaligus gitaris Rotor, M. Irvan        Sembiring, yang telah 
menggantungkan gitar untuk selamanya dan menekuni        lembaran 
hidupnya yang baru sebagai seorang pendakwah! “kalaupun ada yang        
berani modalin, Rotor nggak bakal reuni sampai kapan pun juga” tegas 
Irvan.
 Sejarah
 berdirinya Rotor memang nggak bisa dilepaskan dari nama besar        
Sucker Head. Band thrash metal pionir yang dibentuk akhir era 80-an     
   tersbut awalnya memang rumah bagi gitaris Irvan Sembiring. Diakhir 
tahun        1990 setelah konser di Kresikars (pentas seni SMA 82) ia 
hengkang dari        Sucker Head untuk membentuk Rotor bersama Seto 
(gitar), Didik (bas) dan        Bakkar Bufthaim (dram). Didik dan Bakkar
 sebelumnya merupakan personel One        Feel Band yang juga merupakan 
nama sebuah studio ngetop di bilangan        Cilandak, Jakarta Selatan. 
Menurut Irvan yang ngasih nama Rotor waktu itu        adalah Seto. “Biar
 kesannya musik Rotor itu cepat kayak baling-baling        pesawat”. 
Hengkangnya Irvan dari Sucker Head sempat menjadi buah bibir di        
kalangan anak metal (catat : istilah underground dulu belum popular)    
    ibukota saat itu. Namun ia menyanggah kalau dirinya cabut karena 
terlibat        friksi dengan personel yang lain “Gue cabut dari Sucker 
Head karena pingin        menggeber musik metal yang lebih ngebut dan 
ekstrem, sementara Nano (gitaris        kedua Sucker Head) cendrung 
terpengaruh Iron Maiden, lebih heavy metal”.        Ujar cowok kelahiran
 Surabaya, 2 maret 1970 ini buka kartu. Walau dibentuk        di Jakarta
 namun panggung debut Rotor justru terjadi di Taman Topi, Bogor,        
dalam pergelaran rock yang digeber oleh sebuah radio swasta disana,     
   kuartet thrasher ini menggung bareng sejawat metal di Jakarta, 
diantaranya        Atomic dan Allen Scream. Kala itu mereka masih 
mengusung repertoar milik        Sepultura. “Sepultura-nya di album 
Schizophrenia”, kenang Irvan. Tepat        setelah manggung pertama, dua
 orang personel Rotor mengundurkan diri dari        band. Seto masuk 
menjadi gitaris Sucker Head dan Didik bergabung menjadi        bas Roxx.
 “Seto Cuma sempat lima kali manggung bareng Sucker Head untuk        
menjadi band pembuka konser Slank, setelah itu dia cabut juga disana.”  
      Sampai sini, Rotor yang tinggal dihuni dua personel itu kemudian 
untuk        yang kedua kalinya manggung di kampus “Metal” milik 
pujanggawan Sutan        Takdir Alisjahbana yang terletak di bilangan 
Pejaten; Universitas Nasional.        “Ketua panitia acaranya saat itu 
si Ucok Batara (mantan vokalis Edane)”.        Sayang, Irvan lupa siapa 
yang bermain bas di Rotor pada waktu itu. Pertama        ia bilang 
Judapran (mantan basis band epigon GN’R, Razzle) namun kemudian        
segera diralatnya “Kalo nggak salah pemain basnya Ucok ‘Ngantuk’. Tapi 
dia        nggak tahu lagunya Rotor, Cuma asal main saja. Pokonya 
panteng di kord E        terus, pasti masuk. Thrash metalkan kebanyakan 
kordnya disitu aja. Uniknya,        ketika hal ini dikonfirmasi langsung
 kepada Ucok ‘Ngantuk’ keesokan        harinya, gitaris yang sekarang 
bermain di Brain The Machine ini membantah        “Gue memang pernah 
ikut audisi sebagai basis Rotor. Itu juga di studio,        bareng 
kandidat lain, tapi nggak pernah manggung dengan Rotor.”
Sejarah
 berdirinya Rotor memang nggak bisa dilepaskan dari nama besar        
Sucker Head. Band thrash metal pionir yang dibentuk akhir era 80-an     
   tersbut awalnya memang rumah bagi gitaris Irvan Sembiring. Diakhir 
tahun        1990 setelah konser di Kresikars (pentas seni SMA 82) ia 
hengkang dari        Sucker Head untuk membentuk Rotor bersama Seto 
(gitar), Didik (bas) dan        Bakkar Bufthaim (dram). Didik dan Bakkar
 sebelumnya merupakan personel One        Feel Band yang juga merupakan 
nama sebuah studio ngetop di bilangan        Cilandak, Jakarta Selatan. 
Menurut Irvan yang ngasih nama Rotor waktu itu        adalah Seto. “Biar
 kesannya musik Rotor itu cepat kayak baling-baling        pesawat”. 
Hengkangnya Irvan dari Sucker Head sempat menjadi buah bibir di        
kalangan anak metal (catat : istilah underground dulu belum popular)    
    ibukota saat itu. Namun ia menyanggah kalau dirinya cabut karena 
terlibat        friksi dengan personel yang lain “Gue cabut dari Sucker 
Head karena pingin        menggeber musik metal yang lebih ngebut dan 
ekstrem, sementara Nano (gitaris        kedua Sucker Head) cendrung 
terpengaruh Iron Maiden, lebih heavy metal”.        Ujar cowok kelahiran
 Surabaya, 2 maret 1970 ini buka kartu. Walau dibentuk        di Jakarta
 namun panggung debut Rotor justru terjadi di Taman Topi, Bogor,        
dalam pergelaran rock yang digeber oleh sebuah radio swasta disana,     
   kuartet thrasher ini menggung bareng sejawat metal di Jakarta, 
diantaranya        Atomic dan Allen Scream. Kala itu mereka masih 
mengusung repertoar milik        Sepultura. “Sepultura-nya di album 
Schizophrenia”, kenang Irvan. Tepat        setelah manggung pertama, dua
 orang personel Rotor mengundurkan diri dari        band. Seto masuk 
menjadi gitaris Sucker Head dan Didik bergabung menjadi        bas Roxx.
 “Seto Cuma sempat lima kali manggung bareng Sucker Head untuk        
menjadi band pembuka konser Slank, setelah itu dia cabut juga disana.”  
      Sampai sini, Rotor yang tinggal dihuni dua personel itu kemudian 
untuk        yang kedua kalinya manggung di kampus “Metal” milik 
pujanggawan Sutan        Takdir Alisjahbana yang terletak di bilangan 
Pejaten; Universitas Nasional.        “Ketua panitia acaranya saat itu 
si Ucok Batara (mantan vokalis Edane)”.        Sayang, Irvan lupa siapa 
yang bermain bas di Rotor pada waktu itu. Pertama        ia bilang 
Judapran (mantan basis band epigon GN’R, Razzle) namun kemudian        
segera diralatnya “Kalo nggak salah pemain basnya Ucok ‘Ngantuk’. Tapi 
dia        nggak tahu lagunya Rotor, Cuma asal main saja. Pokonya 
panteng di kord E        terus, pasti masuk. Thrash metalkan kebanyakan 
kordnya disitu aja. Uniknya,        ketika hal ini dikonfirmasi langsung
 kepada Ucok ‘Ngantuk’ keesokan        harinya, gitaris yang sekarang 
bermain di Brain The Machine ini membantah        “Gue memang pernah 
ikut audisi sebagai basis Rotor. Itu juga di studio,        bareng 
kandidat lain, tapi nggak pernah manggung dengan Rotor.”
 Singkat
 kata, setelah Juparan resmi bergabung dengan rotor, trio ini        
lantas menggarap demo tape dengan system rekaman live si studio One 
Feel.        Jangan byangkan demonya keren kayak zaman sekarang. Demo 
tape Rotor itu        masih tradisional banget “Cuma dua track, 
left-right, isinya gitar dan        dram doing, nggak ada vocalnya.” 
Bermodalkan kaset demo “primitife” itulah        Irvan nekad menawarkan 
konsep musik merkea ke label-label rekaman besar        yang ada di 
ibukota dan ternyata… gagal!! Nggak satupun label tertarik        untuk 
mengontrak band dengan musik se-ekstrem Rotor pada waktu itu. Kredo     
   bagi anak metal adalah pantang frustasi! Semboyan ini amat dipercaya 
oleh        Irvan yang memang ia akui sendiri punya watak keras dan 
ambisius. Tak lama        setelah “penolakan-penolakan” tadi, Irvanyang 
supel ini bertemu dengan Pay        Siburian (waktu itu masih gitaris 
Slank) dan vokalis rock (almarhum) Andy        Liani. Pergaulannya 
dengan para rock star local itu tentu dengan harapan        bias 
mengenjot nama Rotor ke level selanjutnya ”waktu itu anak-anak lain     
   kayak Armand maulana, Thomas, Baron(Gigi), Anang dan Kidnap Katrina 
masih        ‘gembel. Yang udah jadi superstar suma Slank doing. Anang 
sendiri dulu        belum pacaran sama Krisdayanti, baru didemenin aja.”
 Kenang Irvan sembali        tersenyum. Proses bergaulnya Irvan dengan 
rocker-rocker old skool ibukota        tadi cukuo gila-gilaan. Ia 
mengatakan, “zaman dulu kalau udah nongkrong,        bisa dua minggu 
lamanya gue baru pulang kerumah. Bawa gitar dan ampli        kecil gue 
hidup nomaden dari satu studio kestudio lainnya. Ngikutin Pay        
sama anak-anak aja, misalnya hari ini garap Anggun (C. Sasmi) dan Anang 
di        Studio Triple-M, besoknya Ita Purnamasari di studio JK di 
Pluit, gitu        terus.”
Singkat
 kata, setelah Juparan resmi bergabung dengan rotor, trio ini        
lantas menggarap demo tape dengan system rekaman live si studio One 
Feel.        Jangan byangkan demonya keren kayak zaman sekarang. Demo 
tape Rotor itu        masih tradisional banget “Cuma dua track, 
left-right, isinya gitar dan        dram doing, nggak ada vocalnya.” 
Bermodalkan kaset demo “primitife” itulah        Irvan nekad menawarkan 
konsep musik merkea ke label-label rekaman besar        yang ada di 
ibukota dan ternyata… gagal!! Nggak satupun label tertarik        untuk 
mengontrak band dengan musik se-ekstrem Rotor pada waktu itu. Kredo     
   bagi anak metal adalah pantang frustasi! Semboyan ini amat dipercaya 
oleh        Irvan yang memang ia akui sendiri punya watak keras dan 
ambisius. Tak lama        setelah “penolakan-penolakan” tadi, Irvanyang 
supel ini bertemu dengan Pay        Siburian (waktu itu masih gitaris 
Slank) dan vokalis rock (almarhum) Andy        Liani. Pergaulannya 
dengan para rock star local itu tentu dengan harapan        bias 
mengenjot nama Rotor ke level selanjutnya ”waktu itu anak-anak lain     
   kayak Armand maulana, Thomas, Baron(Gigi), Anang dan Kidnap Katrina 
masih        ‘gembel. Yang udah jadi superstar suma Slank doing. Anang 
sendiri dulu        belum pacaran sama Krisdayanti, baru didemenin aja.”
 Kenang Irvan sembali        tersenyum. Proses bergaulnya Irvan dengan 
rocker-rocker old skool ibukota        tadi cukuo gila-gilaan. Ia 
mengatakan, “zaman dulu kalau udah nongkrong,        bisa dua minggu 
lamanya gue baru pulang kerumah. Bawa gitar dan ampli        kecil gue 
hidup nomaden dari satu studio kestudio lainnya. Ngikutin Pay        
sama anak-anak aja, misalnya hari ini garap Anggun (C. Sasmi) dan Anang 
di        Studio Triple-M, besoknya Ita Purnamasari di studio JK di 
Pluit, gitu        terus.”

Berkat jasa Pay, di awal 1992 Irvan ditemani Andy Liani lantas bertemu  
      Seno Adjie, bos label rekaman AIRO. Di depan adik kandung maesenas
        Setiawan Djody itu Irvan itu Irvan cuek saja menyetel demo tape 
primitif        tadi. Seketika juga Seno binggung pas tahu demo tape itu
 masih instrument        dan nggak ada vocalnya. “Gimana mau nilainya, 
nih?” kata Irvan menirukan        ucapan Seno. “Ya udah (kasetnya) di 
rewind aja,” balas Irvan enteng.        Walhasil , begitu tape dimainkan
 dan musik berkumandang, “bernyanyilah”        Irvan secara live di 
depan calon produser Rotor tersebut. “Gue        teriak-teriak kayak 
orang gila di dalam ruangan dia. Mas Seno Cuma        benggong dan 
geleng-geleng kepala, sementara Ali Akbar dan Andy Liani pada        
ketawa-tawa.” Kenang Irvan bangga. Kebetulan, nggak lama kemudian 
Setiawan        Djody mengundang banf thrash metal Brasil, Sepultura 
untuk menggelar        konser di Jakarta dan Surabaya. Mendengar 
pahlawan metal pujaannya bakal        dating, Irvan langsung saja 
menyatroni raja tanker itu di kantornya untuk        mendaftarkan Rotor 
sebagai supporting act Sepultura, menurut Djody, Irvan        CS kalah 
cepat dengan Eet Syaranie dan Ecky Lamoah dari Edane, “Kalau kamu       
 datangnya sebulan yang lalu aja, pasti bias. Tapi sekarang kita udah 
teken        kontrak sama Edane,” tukas Irvan menirukan ucapan Djody.
Sukses membuka konser Metallica di stadion Lebak Bulus, Rotor keesokan  
      harinya diundang untuk ikut dalam farewell party yang 
diselenggarakan di        Hard Rock Café Jakarta. Sempat terjadi 
“insiden” kecil antara Irvan dengan        Kirk Hammet wktu itu. 
Ceritanya begini, ketikaa nongkrong di satu meja,        gitaris 
Metallica yang berambut kriwil iru menawarkan makanan kepada Irva.      
  Dasar orang melayu, Irvan menolak dengan haluis tawaran Hammet 
tesebut.        Melihat tawarannya ditolak, kontan saja Hammet marah dan
 meninggalkan meja        makan. “Dia salah interprestasi. Kebiasaan 
orang Indonesia kan kalo        ditawarin sesuatu pasti nggak langsung 
diterima, rada sungkan gitu,        belakangan baru deh disabet 
hehehehe…,” kata Irvan terkekeh.

 Babak
 baru perjalanan sebuah band thrash metal local bernama ROTOR        
dilanjutkan dengan hijrahnya Irva, Jodie dan Judha ke Los Angeles, 
Amrik.        Di Kota yang terkenal ke seluruh dunia sebagai salah satu 
episentrum        industri musik rock dunia mereka coba mengadu nasib 
dengan harapan bisa        mengikuti jejak Sepultura, band Brasil yang 
sukses menembus Amrik. Saat        itu tinggal Reeve saja yang masih 
stay di Indonesia “Dia baru belakangan        nyusul kita ke Amrik.” 
Reeve ternyata nggak nyangka kalo orang Indonesia        itu 
ramah-ramah, apalagi cewek-ceweknya. Selama besar di Amrik dia kan      
  selsalu berhadapan dengan bule-bule yang angkuh. Dramer Rotor itu     
   sebenarnya sempat mampir ke Los Angeles menemui personel yang lain, 
namun        ia cuma bertahan dua hari saja dan setelah itu malah 
kembali ke tanah air.        Menurut Irvan, itulah pertemuannya yang 
terakhir dengan Reeve karena        setelah itu ia mengaku nggak pernah 
bertemu apalagi melakukan kontak        dengan Reeve. Akhirnya Irvan 
kemudian mengambil kesepakatan bersama para        personel yang lain 
untuk mencari pengganti Reeve.
Babak
 baru perjalanan sebuah band thrash metal local bernama ROTOR        
dilanjutkan dengan hijrahnya Irva, Jodie dan Judha ke Los Angeles, 
Amrik.        Di Kota yang terkenal ke seluruh dunia sebagai salah satu 
episentrum        industri musik rock dunia mereka coba mengadu nasib 
dengan harapan bisa        mengikuti jejak Sepultura, band Brasil yang 
sukses menembus Amrik. Saat        itu tinggal Reeve saja yang masih 
stay di Indonesia “Dia baru belakangan        nyusul kita ke Amrik.” 
Reeve ternyata nggak nyangka kalo orang Indonesia        itu 
ramah-ramah, apalagi cewek-ceweknya. Selama besar di Amrik dia kan      
  selsalu berhadapan dengan bule-bule yang angkuh. Dramer Rotor itu     
   sebenarnya sempat mampir ke Los Angeles menemui personel yang lain, 
namun        ia cuma bertahan dua hari saja dan setelah itu malah 
kembali ke tanah air.        Menurut Irvan, itulah pertemuannya yang 
terakhir dengan Reeve karena        setelah itu ia mengaku nggak pernah 
bertemu apalagi melakukan kontak        dengan Reeve. Akhirnya Irvan 
kemudian mengambil kesepakatan bersama para        personel yang lain 
untuk mencari pengganti Reeve.                Episode
 selanjutnya,        bertemulah Rotor dengan Rudy Soedjarwo, seorang 
musisi serba bisa yang        juga anak mantan Kapolri yang tengah 
kuliah bisnis manajemen di sebuah        perguruan tinggi di sana. Rudy 
yang kini ngetop menjadi sutradara film        “Ada Apa Dengan Cinta” 
inilah yang kemudian menjadi Dramer Rotor. Irvan        mengakui bahwa 
hidup sebagai seorang musisi pendatang di Amrik adalah        sebuah 
tantangan yang amat berat. Menurut suami Indah (mantan gitaris band     
   metal cewek Joystick) orang Amrik itu tergolong super cuek “Mereka 
nggak        perduli ada yang salah dengan cara ngebandnya,” ujar Irvan 
seraya        menambahkan bahwa mencari popularitas bagi band di 
Indonesia jauh lebih        mudah dibandingkan di luar negeri. 
“Pesaingnya ketat banget di sana.        Bayangin aja, band metal yang 
punya musik sama dengan Rotor dan lagi        mencari kontrak rekaman 
jumlahnya ada 40.000-an band waktu itu.”
Episode
 selanjutnya,        bertemulah Rotor dengan Rudy Soedjarwo, seorang 
musisi serba bisa yang        juga anak mantan Kapolri yang tengah 
kuliah bisnis manajemen di sebuah        perguruan tinggi di sana. Rudy 
yang kini ngetop menjadi sutradara film        “Ada Apa Dengan Cinta” 
inilah yang kemudian menjadi Dramer Rotor. Irvan        mengakui bahwa 
hidup sebagai seorang musisi pendatang di Amrik adalah        sebuah 
tantangan yang amat berat. Menurut suami Indah (mantan gitaris band     
   metal cewek Joystick) orang Amrik itu tergolong super cuek “Mereka 
nggak        perduli ada yang salah dengan cara ngebandnya,” ujar Irvan 
seraya        menambahkan bahwa mencari popularitas bagi band di 
Indonesia jauh lebih        mudah dibandingkan di luar negeri. 
“Pesaingnya ketat banget di sana.        Bayangin aja, band metal yang 
punya musik sama dengan Rotor dan lagi        mencari kontrak rekaman 
jumlahnya ada 40.000-an band waktu itu.”
 Ketika
 berada di Amrik, Rotor juga hanya beberapa kali saja manggung di       
 sana dan itu pun masih di lingkungan komunitas orang Indonesia juga.   
     “Nggak gampang mendapat job manggung kalo band nggak punya agency 
di Amrik,”        ujar Irvan menceritakan pengalamanya. Melihat kondisi 
yang nggak begitu        bersahabat dengan musisi pendatang ini Irvan 
mengaku tetap mencoba        bertahan demi memujudkan impiannya bisa 
membus Amerika!. Agar bisa        bertahan hidup dalam jangka panjang di
 Amrik, Irvan mengaku tergolong        paling hemat diantara personel2x 
yang lain. “anak-anak yang lain sering        banget keluyuran dari satu
 pub malam ke pub malam yang lain, termasuk        nongkrong di pub 
Rainbow yang sering didatengin artis-artis bokep kayak        Joe 
Rivera, Ron Jeremy sampai Savannah,” seru Irvan seraya menambahkan      
  kalau dirinya lebih memilih untuk membuat lagu baru di studio milik 
Rudy        dibandingkan nongkrong2x di Pub yang banyak mengeluarkan 
biaya. Selain        rajin mengirim 200 promo tape album Behind The 8th 
ke berbagai label        rakaman-label rekaman yang ada di Amrik, Irvan 
juga intensif mamantau        perkembangan musik di sana dari berbagai 
majalah-majalah musik atau jika        ada waktu lengang meluangkan 
waktu menonton konser band-band metal local        di pub. Ia 
menambahkan bahwa sebenarnya ada 3 label rekaman independent di        
sana yang tertarik untuk merilis ulang album debut Rotor tersebut.      
  “Kesalahan kita justru karena portfolio mencantumkan pernah membuka   
     Metallica berarti kita sudah dikontak oleh label besar di 
Indonesia,”        ujarnya rada menyesali. “Mereka bersedia mengontrak 
kita asal ada surat        keterangan dari AIRO bahwa label mereka hanya
 beroperasi di Terotori        Indonesia saja dan bukan seluruh dunia. 
Sayangnya, pas kita kontak ke        tanah air, pihak, AIRO terkesan 
nggak suportif merespon hal ini.        “walhasil, amblaslah impian 
Rotor untuk bias teken kontrak dengan label        rekaman Amrik.
Ketika
 berada di Amrik, Rotor juga hanya beberapa kali saja manggung di       
 sana dan itu pun masih di lingkungan komunitas orang Indonesia juga.   
     “Nggak gampang mendapat job manggung kalo band nggak punya agency 
di Amrik,”        ujar Irvan menceritakan pengalamanya. Melihat kondisi 
yang nggak begitu        bersahabat dengan musisi pendatang ini Irvan 
mengaku tetap mencoba        bertahan demi memujudkan impiannya bisa 
membus Amerika!. Agar bisa        bertahan hidup dalam jangka panjang di
 Amrik, Irvan mengaku tergolong        paling hemat diantara personel2x 
yang lain. “anak-anak yang lain sering        banget keluyuran dari satu
 pub malam ke pub malam yang lain, termasuk        nongkrong di pub 
Rainbow yang sering didatengin artis-artis bokep kayak        Joe 
Rivera, Ron Jeremy sampai Savannah,” seru Irvan seraya menambahkan      
  kalau dirinya lebih memilih untuk membuat lagu baru di studio milik 
Rudy        dibandingkan nongkrong2x di Pub yang banyak mengeluarkan 
biaya. Selain        rajin mengirim 200 promo tape album Behind The 8th 
ke berbagai label        rakaman-label rekaman yang ada di Amrik, Irvan 
juga intensif mamantau        perkembangan musik di sana dari berbagai 
majalah-majalah musik atau jika        ada waktu lengang meluangkan 
waktu menonton konser band-band metal local        di pub. Ia 
menambahkan bahwa sebenarnya ada 3 label rekaman independent di        
sana yang tertarik untuk merilis ulang album debut Rotor tersebut.      
  “Kesalahan kita justru karena portfolio mencantumkan pernah membuka   
     Metallica berarti kita sudah dikontak oleh label besar di 
Indonesia,”        ujarnya rada menyesali. “Mereka bersedia mengontrak 
kita asal ada surat        keterangan dari AIRO bahwa label mereka hanya
 beroperasi di Terotori        Indonesia saja dan bukan seluruh dunia. 
Sayangnya, pas kita kontak ke        tanah air, pihak, AIRO terkesan 
nggak suportif merespon hal ini.        “walhasil, amblaslah impian 
Rotor untuk bias teken kontrak dengan label        rekaman Amrik.
“Sebenarnya Cuma ada kemungkinan yang bakal terjadi untuk musisi 
pendatang        yang pengin mengadu nasib di Amrik. Semakin terpacu 
semangatnya atau malah        frustasi karena melihat begitu ketatnya 
persaingan disana, “koar Irvan        lagi. Sayangnya, justru hal yang 
kedua lah yang terjadi pada Rotor.        Menepisnya kondisi keuangan 
dan mental yang telah patah arang membuat        masing-masing personel 
Rotor kemudian membanting stir untuk bias bertahan        hidup di 
negeri orang dengan cara mereka masing-masing. “Jodie pergi ke        
San Fracisco sementara Judha berangkat ke Alabama untuk bekerja di 
pabrik        pengolahan ayam. Gue sendiri saja yang masih bertahan di 
Los Angeles.        Rotor kembali ke tanah air dengan tangan hampa. 
Jodie memutuskan cabut        dari Rotor dan membentuk band baru, Getah.
 Rotor sempat merilis tiga buah        album dengan arah musik yang 
berbeda, sebelum akhirnya pemain bas mereka,        Judhapran, meninggal
 dunia karena ketergantungan obat bius.
           KEMBALINYA ROTOR        TAHUN 2012 !!

 Ternyata
        beberapa Pernyataan Irvan Sebelumnya yang tidak ingin kembali 
dengan Rotor        pun melunak !, Permintaan beberapa Fans dan Teman 
dekat mereka yang        menginginkan Rotor untuk Kembali lagi dikancah 
musik memang sudah mencapai        Titik Puncak, Informasi resmi kapan 
masih belum diperoleh, namun di akun        Fans page Facebook              http://www.facebook.com/pages/ROTOR-Indonesia/236643653022201
 Rotor        pun memajang Photo band baru tanggal 3 Juli 2012 yang 
menampilkan Formasi        Irvan Sembiring ( Guitars ), Ungki Blvs ( 
Vokal ) dan dan Ucok " ngantuk "        Tampubolon, dan beberapa saat 
kemudian Formasi dilengkapi dengan masuknya        kembali Bakkar 
Bufthaim ( Drums ) dan Daeng Oktav ( Bass ), sebagai Bukti        
Eksistensi kembalinya Rotor, track baru " Infidels - Divine Support - 
The        Flame " direkam dan disertakan dalam album kompilasi 
Multigenre" BORN TO        FIGHT " yang dirilis oleh Burepublic Records 
dalam format Double CD pada        akhir bulan Mei 2012 kemaren 
menampilkan 24 Band dari Genre thrash metal,        power metal, 
progressive metal, gothic metal, nu metal, progressive rock,        hard
 rock, punk, blues, etc selain Rotor ada band Imanissimo, KJP, Gelap,   
     Divine, Attilion, In Memoriam, Lord Symphony, Ballerina, F.O.D, Bur
 Deni        'n Daniel, Pendulum, Mahir & The Alligators, Bad 
Stereo, Spolenk,        Stupidnation, Masbur Blegug, Blitzkrieg. NG, 
Malapetaka, Van Java, Dear        Heidy, Joni Kemon, dan Redshine. dan 
khabar selentingan dari Page Facebook        ini, dijadwalkan Rotor 
sedang mengerjakan materi baru yang kemungkinan        akan dilepas pada
 Agustus - September 2012 dan kembali menjajah beberapa        panggung 
lagi. dan semoga ini menjadi kenyataan Mimpi untuk semua Rotor        
Fans yang merindukan mereka bisa beraksi lagi diatas panggung. dan      
  mengobati sebagian Kerinduan Fans, Morbid Noise Production siap 
merilis        Merchandise Rotor berupa T-Shirt " Nuclear Is The 
Solution ? "
Ternyata
        beberapa Pernyataan Irvan Sebelumnya yang tidak ingin kembali 
dengan Rotor        pun melunak !, Permintaan beberapa Fans dan Teman 
dekat mereka yang        menginginkan Rotor untuk Kembali lagi dikancah 
musik memang sudah mencapai        Titik Puncak, Informasi resmi kapan 
masih belum diperoleh, namun di akun        Fans page Facebook              http://www.facebook.com/pages/ROTOR-Indonesia/236643653022201
 Rotor        pun memajang Photo band baru tanggal 3 Juli 2012 yang 
menampilkan Formasi        Irvan Sembiring ( Guitars ), Ungki Blvs ( 
Vokal ) dan dan Ucok " ngantuk "        Tampubolon, dan beberapa saat 
kemudian Formasi dilengkapi dengan masuknya        kembali Bakkar 
Bufthaim ( Drums ) dan Daeng Oktav ( Bass ), sebagai Bukti        
Eksistensi kembalinya Rotor, track baru " Infidels - Divine Support - 
The        Flame " direkam dan disertakan dalam album kompilasi 
Multigenre" BORN TO        FIGHT " yang dirilis oleh Burepublic Records 
dalam format Double CD pada        akhir bulan Mei 2012 kemaren 
menampilkan 24 Band dari Genre thrash metal,        power metal, 
progressive metal, gothic metal, nu metal, progressive rock,        hard
 rock, punk, blues, etc selain Rotor ada band Imanissimo, KJP, Gelap,   
     Divine, Attilion, In Memoriam, Lord Symphony, Ballerina, F.O.D, Bur
 Deni        'n Daniel, Pendulum, Mahir & The Alligators, Bad 
Stereo, Spolenk,        Stupidnation, Masbur Blegug, Blitzkrieg. NG, 
Malapetaka, Van Java, Dear        Heidy, Joni Kemon, dan Redshine. dan 
khabar selentingan dari Page Facebook        ini, dijadwalkan Rotor 
sedang mengerjakan materi baru yang kemungkinan        akan dilepas pada
 Agustus - September 2012 dan kembali menjajah beberapa        panggung 
lagi. dan semoga ini menjadi kenyataan Mimpi untuk semua Rotor        
Fans yang merindukan mereka bisa beraksi lagi diatas panggung. dan      
  mengobati sebagian Kerinduan Fans, Morbid Noise Production siap 
merilis        Merchandise Rotor berupa T-Shirt " Nuclear Is The 
Solution ? "
VIVA ROTOR !!!
Related Articles :
 
0 Komentar:
Posting Komentar