Metalhead
mana di Indonesia ini yang tak kenal Rotor ? Berangkat dari
sempalan grup Sucker Head di awal decade 90-an, band trhash metal
local yang pertama kali rekaman ini makin meroket namanya
setelah sukses menjadi supporting act konser supergrup Metallica
selama dua hari berturut-turut di stadion Lebak Bulus, Jakarta.
Rotor sempat lama mengadu nasib di negeri Paman Sam, namun
frustasi ketika tahu mesti bersaing dengan 40.000 band metal serupa
yag juga tengah berburu kontrak rekaman di sana.
Selama
delapan tahun karier musiknya, Rotor menelorkan empat album di tiga
major label berbeda : AIRO, Hemagita dan Warner Music Indonesia.
Sebelum resmi bubar, basis Rotor (Judapran) tutup usia karena
over dosis karena obat bius. Belakangan, mantan vokalis mereka
(Jodie, vokalis Getah dan mantan Suami dari artis Ayu Ashari .ed)
yang kharismatik juga meninggal dunia. Tersisa kini tinggal sang
pendiri sekaligus gitaris Rotor, M. Irvan Sembiring, yang telah
menggantungkan gitar untuk selamanya dan menekuni lembaran
hidupnya yang baru sebagai seorang pendakwah! “kalaupun ada yang
berani modalin, Rotor nggak bakal reuni sampai kapan pun juga” tegas
Irvan.
Sejarah
berdirinya Rotor memang nggak bisa dilepaskan dari nama besar
Sucker Head. Band thrash metal pionir yang dibentuk akhir era 80-an
tersbut awalnya memang rumah bagi gitaris Irvan Sembiring. Diakhir
tahun 1990 setelah konser di Kresikars (pentas seni SMA 82) ia
hengkang dari Sucker Head untuk membentuk Rotor bersama Seto
(gitar), Didik (bas) dan Bakkar Bufthaim (dram). Didik dan Bakkar
sebelumnya merupakan personel One Feel Band yang juga merupakan
nama sebuah studio ngetop di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan.
Menurut Irvan yang ngasih nama Rotor waktu itu adalah Seto. “Biar
kesannya musik Rotor itu cepat kayak baling-baling pesawat”.
Hengkangnya Irvan dari Sucker Head sempat menjadi buah bibir di
kalangan anak metal (catat : istilah underground dulu belum popular)
ibukota saat itu. Namun ia menyanggah kalau dirinya cabut karena
terlibat friksi dengan personel yang lain “Gue cabut dari Sucker
Head karena pingin menggeber musik metal yang lebih ngebut dan
ekstrem, sementara Nano (gitaris kedua Sucker Head) cendrung
terpengaruh Iron Maiden, lebih heavy metal”. Ujar cowok kelahiran
Surabaya, 2 maret 1970 ini buka kartu. Walau dibentuk di Jakarta
namun panggung debut Rotor justru terjadi di Taman Topi, Bogor,
dalam pergelaran rock yang digeber oleh sebuah radio swasta disana,
kuartet thrasher ini menggung bareng sejawat metal di Jakarta,
diantaranya Atomic dan Allen Scream. Kala itu mereka masih
mengusung repertoar milik Sepultura. “Sepultura-nya di album
Schizophrenia”, kenang Irvan. Tepat setelah manggung pertama, dua
orang personel Rotor mengundurkan diri dari band. Seto masuk
menjadi gitaris Sucker Head dan Didik bergabung menjadi bas Roxx.
“Seto Cuma sempat lima kali manggung bareng Sucker Head untuk
menjadi band pembuka konser Slank, setelah itu dia cabut juga disana.”
Sampai sini, Rotor yang tinggal dihuni dua personel itu kemudian
untuk yang kedua kalinya manggung di kampus “Metal” milik
pujanggawan Sutan Takdir Alisjahbana yang terletak di bilangan
Pejaten; Universitas Nasional. “Ketua panitia acaranya saat itu
si Ucok Batara (mantan vokalis Edane)”. Sayang, Irvan lupa siapa
yang bermain bas di Rotor pada waktu itu. Pertama ia bilang
Judapran (mantan basis band epigon GN’R, Razzle) namun kemudian
segera diralatnya “Kalo nggak salah pemain basnya Ucok ‘Ngantuk’. Tapi
dia nggak tahu lagunya Rotor, Cuma asal main saja. Pokonya
panteng di kord E terus, pasti masuk. Thrash metalkan kebanyakan
kordnya disitu aja. Uniknya, ketika hal ini dikonfirmasi langsung
kepada Ucok ‘Ngantuk’ keesokan harinya, gitaris yang sekarang
bermain di Brain The Machine ini membantah “Gue memang pernah
ikut audisi sebagai basis Rotor. Itu juga di studio, bareng
kandidat lain, tapi nggak pernah manggung dengan Rotor.”
Singkat
kata, setelah Juparan resmi bergabung dengan rotor, trio ini
lantas menggarap demo tape dengan system rekaman live si studio One
Feel. Jangan byangkan demonya keren kayak zaman sekarang. Demo
tape Rotor itu masih tradisional banget “Cuma dua track,
left-right, isinya gitar dan dram doing, nggak ada vocalnya.”
Bermodalkan kaset demo “primitife” itulah Irvan nekad menawarkan
konsep musik merkea ke label-label rekaman besar yang ada di
ibukota dan ternyata… gagal!! Nggak satupun label tertarik untuk
mengontrak band dengan musik se-ekstrem Rotor pada waktu itu. Kredo
bagi anak metal adalah pantang frustasi! Semboyan ini amat dipercaya
oleh Irvan yang memang ia akui sendiri punya watak keras dan
ambisius. Tak lama setelah “penolakan-penolakan” tadi, Irvanyang
supel ini bertemu dengan Pay Siburian (waktu itu masih gitaris
Slank) dan vokalis rock (almarhum) Andy Liani. Pergaulannya
dengan para rock star local itu tentu dengan harapan bias
mengenjot nama Rotor ke level selanjutnya ”waktu itu anak-anak lain
kayak Armand maulana, Thomas, Baron(Gigi), Anang dan Kidnap Katrina
masih ‘gembel. Yang udah jadi superstar suma Slank doing. Anang
sendiri dulu belum pacaran sama Krisdayanti, baru didemenin aja.”
Kenang Irvan sembali tersenyum. Proses bergaulnya Irvan dengan
rocker-rocker old skool ibukota tadi cukuo gila-gilaan. Ia
mengatakan, “zaman dulu kalau udah nongkrong, bisa dua minggu
lamanya gue baru pulang kerumah. Bawa gitar dan ampli kecil gue
hidup nomaden dari satu studio kestudio lainnya. Ngikutin Pay
sama anak-anak aja, misalnya hari ini garap Anggun (C. Sasmi) dan Anang
di Studio Triple-M, besoknya Ita Purnamasari di studio JK di
Pluit, gitu terus.”

Berkat jasa Pay, di awal 1992 Irvan ditemani Andy Liani lantas bertemu
Seno Adjie, bos label rekaman AIRO. Di depan adik kandung maesenas
Setiawan Djody itu Irvan itu Irvan cuek saja menyetel demo tape
primitif tadi. Seketika juga Seno binggung pas tahu demo tape itu
masih instrument dan nggak ada vocalnya. “Gimana mau nilainya,
nih?” kata Irvan menirukan ucapan Seno. “Ya udah (kasetnya) di
rewind aja,” balas Irvan enteng. Walhasil , begitu tape dimainkan
dan musik berkumandang, “bernyanyilah” Irvan secara live di
depan calon produser Rotor tersebut. “Gue teriak-teriak kayak
orang gila di dalam ruangan dia. Mas Seno Cuma benggong dan
geleng-geleng kepala, sementara Ali Akbar dan Andy Liani pada
ketawa-tawa.” Kenang Irvan bangga. Kebetulan, nggak lama kemudian
Setiawan Djody mengundang banf thrash metal Brasil, Sepultura
untuk menggelar konser di Jakarta dan Surabaya. Mendengar
pahlawan metal pujaannya bakal dating, Irvan langsung saja
menyatroni raja tanker itu di kantornya untuk mendaftarkan Rotor
sebagai supporting act Sepultura, menurut Djody, Irvan CS kalah
cepat dengan Eet Syaranie dan Ecky Lamoah dari Edane, “Kalau kamu
datangnya sebulan yang lalu aja, pasti bias. Tapi sekarang kita udah
teken kontrak sama Edane,” tukas Irvan menirukan ucapan Djody.
Sukses membuka konser Metallica di stadion Lebak Bulus, Rotor keesokan
harinya diundang untuk ikut dalam farewell party yang
diselenggarakan di Hard Rock Café Jakarta. Sempat terjadi
“insiden” kecil antara Irvan dengan Kirk Hammet wktu itu.
Ceritanya begini, ketikaa nongkrong di satu meja, gitaris
Metallica yang berambut kriwil iru menawarkan makanan kepada Irva.
Dasar orang melayu, Irvan menolak dengan haluis tawaran Hammet
tesebut. Melihat tawarannya ditolak, kontan saja Hammet marah dan
meninggalkan meja makan. “Dia salah interprestasi. Kebiasaan
orang Indonesia kan kalo ditawarin sesuatu pasti nggak langsung
diterima, rada sungkan gitu, belakangan baru deh disabet
hehehehe…,” kata Irvan terkekeh.

Babak
baru perjalanan sebuah band thrash metal local bernama ROTOR
dilanjutkan dengan hijrahnya Irva, Jodie dan Judha ke Los Angeles,
Amrik. Di Kota yang terkenal ke seluruh dunia sebagai salah satu
episentrum industri musik rock dunia mereka coba mengadu nasib
dengan harapan bisa mengikuti jejak Sepultura, band Brasil yang
sukses menembus Amrik. Saat itu tinggal Reeve saja yang masih
stay di Indonesia “Dia baru belakangan nyusul kita ke Amrik.”
Reeve ternyata nggak nyangka kalo orang Indonesia itu
ramah-ramah, apalagi cewek-ceweknya. Selama besar di Amrik dia kan
selsalu berhadapan dengan bule-bule yang angkuh. Dramer Rotor itu
sebenarnya sempat mampir ke Los Angeles menemui personel yang lain,
namun ia cuma bertahan dua hari saja dan setelah itu malah
kembali ke tanah air. Menurut Irvan, itulah pertemuannya yang
terakhir dengan Reeve karena setelah itu ia mengaku nggak pernah
bertemu apalagi melakukan kontak dengan Reeve. Akhirnya Irvan
kemudian mengambil kesepakatan bersama para personel yang lain
untuk mencari pengganti Reeve.
Episode
selanjutnya, bertemulah Rotor dengan Rudy Soedjarwo, seorang
musisi serba bisa yang juga anak mantan Kapolri yang tengah
kuliah bisnis manajemen di sebuah perguruan tinggi di sana. Rudy
yang kini ngetop menjadi sutradara film “Ada Apa Dengan Cinta”
inilah yang kemudian menjadi Dramer Rotor. Irvan mengakui bahwa
hidup sebagai seorang musisi pendatang di Amrik adalah sebuah
tantangan yang amat berat. Menurut suami Indah (mantan gitaris band
metal cewek Joystick) orang Amrik itu tergolong super cuek “Mereka
nggak perduli ada yang salah dengan cara ngebandnya,” ujar Irvan
seraya menambahkan bahwa mencari popularitas bagi band di
Indonesia jauh lebih mudah dibandingkan di luar negeri.
“Pesaingnya ketat banget di sana. Bayangin aja, band metal yang
punya musik sama dengan Rotor dan lagi mencari kontrak rekaman
jumlahnya ada 40.000-an band waktu itu.”
Ketika
berada di Amrik, Rotor juga hanya beberapa kali saja manggung di
sana dan itu pun masih di lingkungan komunitas orang Indonesia juga.
“Nggak gampang mendapat job manggung kalo band nggak punya agency
di Amrik,” ujar Irvan menceritakan pengalamanya. Melihat kondisi
yang nggak begitu bersahabat dengan musisi pendatang ini Irvan
mengaku tetap mencoba bertahan demi memujudkan impiannya bisa
membus Amerika!. Agar bisa bertahan hidup dalam jangka panjang di
Amrik, Irvan mengaku tergolong paling hemat diantara personel2x
yang lain. “anak-anak yang lain sering banget keluyuran dari satu
pub malam ke pub malam yang lain, termasuk nongkrong di pub
Rainbow yang sering didatengin artis-artis bokep kayak Joe
Rivera, Ron Jeremy sampai Savannah,” seru Irvan seraya menambahkan
kalau dirinya lebih memilih untuk membuat lagu baru di studio milik
Rudy dibandingkan nongkrong2x di Pub yang banyak mengeluarkan
biaya. Selain rajin mengirim 200 promo tape album Behind The 8th
ke berbagai label rakaman-label rekaman yang ada di Amrik, Irvan
juga intensif mamantau perkembangan musik di sana dari berbagai
majalah-majalah musik atau jika ada waktu lengang meluangkan
waktu menonton konser band-band metal local di pub. Ia
menambahkan bahwa sebenarnya ada 3 label rekaman independent di
sana yang tertarik untuk merilis ulang album debut Rotor tersebut.
“Kesalahan kita justru karena portfolio mencantumkan pernah membuka
Metallica berarti kita sudah dikontak oleh label besar di
Indonesia,” ujarnya rada menyesali. “Mereka bersedia mengontrak
kita asal ada surat keterangan dari AIRO bahwa label mereka hanya
beroperasi di Terotori Indonesia saja dan bukan seluruh dunia.
Sayangnya, pas kita kontak ke tanah air, pihak, AIRO terkesan
nggak suportif merespon hal ini. “walhasil, amblaslah impian
Rotor untuk bias teken kontrak dengan label rekaman Amrik.
“Sebenarnya Cuma ada kemungkinan yang bakal terjadi untuk musisi
pendatang yang pengin mengadu nasib di Amrik. Semakin terpacu
semangatnya atau malah frustasi karena melihat begitu ketatnya
persaingan disana, “koar Irvan lagi. Sayangnya, justru hal yang
kedua lah yang terjadi pada Rotor. Menepisnya kondisi keuangan
dan mental yang telah patah arang membuat masing-masing personel
Rotor kemudian membanting stir untuk bias bertahan hidup di
negeri orang dengan cara mereka masing-masing. “Jodie pergi ke
San Fracisco sementara Judha berangkat ke Alabama untuk bekerja di
pabrik pengolahan ayam. Gue sendiri saja yang masih bertahan di
Los Angeles. Rotor kembali ke tanah air dengan tangan hampa.
Jodie memutuskan cabut dari Rotor dan membentuk band baru, Getah.
Rotor sempat merilis tiga buah album dengan arah musik yang
berbeda, sebelum akhirnya pemain bas mereka, Judhapran, meninggal
dunia karena ketergantungan obat bius.
KEMBALINYA ROTOR TAHUN 2012 !!

Ternyata
beberapa Pernyataan Irvan Sebelumnya yang tidak ingin kembali
dengan Rotor pun melunak !, Permintaan beberapa Fans dan Teman
dekat mereka yang menginginkan Rotor untuk Kembali lagi dikancah
musik memang sudah mencapai Titik Puncak, Informasi resmi kapan
masih belum diperoleh, namun di akun Fans page Facebook http://www.facebook.com/pages/ROTOR-Indonesia/236643653022201
Rotor pun memajang Photo band baru tanggal 3 Juli 2012 yang
menampilkan Formasi Irvan Sembiring ( Guitars ), Ungki Blvs (
Vokal ) dan dan Ucok " ngantuk " Tampubolon, dan beberapa saat
kemudian Formasi dilengkapi dengan masuknya kembali Bakkar
Bufthaim ( Drums ) dan Daeng Oktav ( Bass ), sebagai Bukti
Eksistensi kembalinya Rotor, track baru " Infidels - Divine Support -
The Flame " direkam dan disertakan dalam album kompilasi
Multigenre" BORN TO FIGHT " yang dirilis oleh Burepublic Records
dalam format Double CD pada akhir bulan Mei 2012 kemaren
menampilkan 24 Band dari Genre thrash metal, power metal,
progressive metal, gothic metal, nu metal, progressive rock, hard
rock, punk, blues, etc selain Rotor ada band Imanissimo, KJP, Gelap,
Divine, Attilion, In Memoriam, Lord Symphony, Ballerina, F.O.D, Bur
Deni 'n Daniel, Pendulum, Mahir & The Alligators, Bad
Stereo, Spolenk, Stupidnation, Masbur Blegug, Blitzkrieg. NG,
Malapetaka, Van Java, Dear Heidy, Joni Kemon, dan Redshine. dan
khabar selentingan dari Page Facebook ini, dijadwalkan Rotor
sedang mengerjakan materi baru yang kemungkinan akan dilepas pada
Agustus - September 2012 dan kembali menjajah beberapa panggung
lagi. dan semoga ini menjadi kenyataan Mimpi untuk semua Rotor
Fans yang merindukan mereka bisa beraksi lagi diatas panggung. dan
mengobati sebagian Kerinduan Fans, Morbid Noise Production siap
merilis Merchandise Rotor berupa T-Shirt " Nuclear Is The
Solution ? "
VIVA ROTOR !!!
Related Articles :
0 Komentar:
Posting Komentar